Sabtu, 30 November 2013

Perjalanan ke Mantang



BAB I
PENDAHULUAN


I.                   Latar Belakang

            Perjalanan ke Mantang ini untuk meneliti tradisi-tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Mantang yang mana mereka masih sangat menjunjung tinggi adat dan budaya yang telah turun temurun diwariskan oleh nenek moyang mereka.
            Mantang merupakan pulau kecil yang terdiri dari 4 bagian, yaitu Mantang Lama, Mantang Riau, Mantang Besar, dan Mantang Baru. Sebagian besar penduduk Mantang bermata pencaharian sebagai nelayan, karena ditinjau dari wilayahnya yang berupa lautan.
            Mantang merupakan tempat lahirnya kesenian Mak Yong. Mak Yong merupakan jenis permainan sandiwara yang diiringi musik dan dimainkan sekitar dua puluh orang. Kesenian ini tidak banyak dikenal oleh masyarakat perkotaan, akan tetapi Pulau Mantang tetap melestarikannya dan bahkan pernah mementaskan Mak Yong ini sampai ke luar negeri.

II.                Tujuan

a)            Untuk mengetahui dan memahami kehidupan masyarakat Mantang.
b)            Untuk mengetahui dan memahami tradisi-tradisi serta adat dan budaya yang ada di Mantang.
c)            Mengenal kesenian Mak Yong yang ada di Mantang.





BAB II
PEMBAHASAN

Mantang merupakan sebuah pulau kecil yang terdapat diseberang Kijang. Untuk pergi ke sana kita harus menggunakan kendaraan laut seperti pompong terlebih dahulu. Mantang tebagi atas empat bagian, yaitu Mantang Riau, Mantang Lama, Mantang Besar, dan Mantang Baru.Dahulu untuk nama Mantang Lama sendiri adalah Kayu Arang, tetapi karena ada pergantian camat yang baru maka terjadilah perubahan nama tersebut. Sedangkan untuk nama Mantang Baru dahulunya adalah Kampung Baru, dan untuk Mantang besar nama awalnya adalah Kampung Mantang serta untuk Mantang Riau dahulunya disebut Kampung Riau. Sedangkan untuk kelurahannya sendiri terbagi atas 3, yaitu Kelurahan Mantang lama dan Mantang Riau satu kelurahan, lalu Kelurahan Mantang Besar, dan Kelurahan Mantang Baru. Kesemua Mantang ini berdiri pada satu tanah.
Mayoritas masyarakat Mantang bermata pencaharian nelayan, karena sebagian wilayah Mantang berupa lautan. Kegiatan nelayan pun bervariasi ada yang memasang jaring, memasang bubu, menangkap kepiting, dan lain sebagainya. Hasil tangkapan para nelayan ini nantinya akan dijual dengan toke-toke Cina yang ada di Kijang ataupun di pelantar dua yang kemudian akan didistribusikan ke daerah Kepulauan Riau serta ke luar negeri.
Persaudaraan masyarakat Mantang sangat erat sekali, hal ini dapat dilihat dari setiap mengadakan kegiatan seperti perkawinan, pengajian, dan memperingati hari-hari besar nasional maupun islam, mereka selalu bergotong-royong untuk mengadakan kegiatan tersebut. Sebagai contoh jika suatu keluarga yang ingin mengadakan acara perkawinan, maka warga setempat akan ikut membantu pelaksanaan acara tersebut, baik itu membantu dalam hal hidangan masakan ataupun pada proses pemasangan alat-alat yang diperlukan untuk acara tersebut.
Seperti yang dikatakan oleh seorang warga Mantang yang bernama Pak Mukhtar bahwa masyarakat Mantang masih menjunjung tinggi rasa persaudaraan antar sesamanya, sehingga segala sesuatu yang ada pada kehidupan masyarakat Mantang dapat berjalan dengan lancar dan harmonis tentunya. Mereka juga sangat menjunjung tinggi adat dan budaya setempat yang telah diturunkan oleh nenek moyang mereka, walaupun adat dan budaya tersebut sudah sedikit mengalami perubahan dari waktu ke waktu.
Mantang sangat terkenal dengan kesenian Mak Yong, yang konon katanya merupakan kesenian asli dari Mantang yang didirikan oleh Alm. Pak Khalik, dan sekarang diketuai oleh Pak Ali. Mak Yong merupakan permainan sandiwarayang dimainkan pada hari-hari besar yang mana pada Mak Yong ini menggunakan bahasa tradisi atau bisa dikatakan memakai bahasa melayu lama yang sulit sekali untuk dipahami bagi orang awam. Mak Yong tidak hanya menampilkan sandiwara peran saja, Mak Yong juga menyuguhkan tarian dan musik pengiring yang disejalankan dengan sandiwara tersebut.Untuk pemain Mak Yong secara keseluruhan membutuhkan sekiranya dua puluh orang pemain. Tidak sembarang orang bisa memainkan kesenian Mak Yong ini, terutama pada penggunaan bahasa melayu lama, harus dipelajari terlebih dahulu dan itu membutuhkan waktu yang cukup lama sekitar empat bulan atau lebih. Pementasan Mak Yong ini sendiri biasanya menampilkan cerita-cerita kebangsawanan seperti Wak Prambon, Raja Busung Sakti, Mentimun Muda dan lain sebagainya.Adapun nama sanggar tempat Mak Yong ini bernama “Putri Bungsu Sakti”. Kesenian Mak Yong ini sudah pernah tampil ke luar negeri seperti Malaysia dan Singapura.
Ada satu tradisi yang dilakukan sebelum mementaskan Mak Yong ini, yaitu membuka tanah. Artinya adalah meminta izin terlebih dahulu pada penjaga tempat dimana akan dilaksanakannya Mak Yong tersebut dengan menyirahkan kemenyan dan pembacaan ayat-ayat Al-Qur’an oleh utusan dari acara tersebut. Hal ini bertujuan untuk dipermudahkannya dalam pementasan Mak Yong tersebut.
Selain tradisi yang terdapat pada pementasan Mak Yong, ada pula proses dalam penyambutan tamu terutama jika pejabat-pejabat yang datang. Masyarakat Mantang akan menyambutnya dengan tradisi seperti permainan Gazal atau kompang, yang mana terdiri dari ibu-ibu PKK dan karang taruna yang ada disana.
Tidak hanya tradisi dalam proses penyambutan tamu saja, tetapi ada juga tradisi lain seperti tata cara penyajian hidangan makanan dalam suatu acara. Cara menyajikan makanan pada tamu harus sesuai dengan aturan dan aturan tersebut tidak pernah dilanggar sampai sekarang. Untuk menjamu tamu harus meletakkan maksimal lima piring makanan dalam satu nampan, dan dalam pengambilan makanan tersebut harus berurutan tidak boleh berebutan. Tata letak tempat duduk untuk para tamu pun harus diatur, tidak boleh sembarangan. Yang mana orang yang memiliki kedudukan yang tinggi harus diutamakan terlebih dahulu kemudian masyarakat lainnya. Orang tua dahulu dalam menyajikan makanan menggunakan keris pada pakaiannnya, tetapi sekarang tidak lagi. Jika dalam penyajian makanan tersebut tidak menggunakan tata cara yang sudah ditentukan akan ditegur bahkan dulunya sampai ditendang. Setelah makanan sudah tersaji, seorang penghulu balai membuka terlebih dahulu tudung saji yang telah tersedia kemudian barulah disantap bersama-sama.
Sekarang ini sudah banyak perubahan yang terjadi di Mantang, satu diantara perubahan itu adalah model rumah masyarakat di sana. Dahulu, rumah itu di bangun dengan menggunakan daun kelapa dan papan yang biasa kita sebut dengan rumah panggung, akan tetapi sekarang ini dengan adanya bantuan dari pemerintah setempat maka rumah-rumah masyarakat Mantang berubah menjadi lebih baik dengan menggunakan bahan bangunan yang lebih kuat lagi.
Masyarakat Mantang dulunya juga masih memegang kepercayaan akan mitos seperti tidak boleh keluar pada waktu maghrib ataupun anak gadis tidak boleh makan di depan pintu. Hal ini masih dipercaya juga untuk beberapa masyarakat di sana. Seperti yang sampaikan oleh Pak Hatta, salah satu penduduk Mantang bahwa dulunya untuk melihat anak gadis saja sulit sekali apalagi membawa anak gadis itu keluar karena adat yang sudah ditentukan. Mereka masih memiliki kesopanan dan rasa malu dalam diri mereka serta masih memegang teguh agama Islam yang dianutnya. Tetapi karena perubahan zaman inilah, nilai-nilai moral sedikit bergeser dan itu juga terjadi di Mantang.







BAB III
PENUTUP

                        Walaupun Mantang merupakan pulau kecil yang mungkin kurang terjamah oleh masyarakat perkotaan, akan tetapi masyarakat di sini sangat menerima dan terbuka dengan siapa saja yang datang ke pulau ini, karena seperti yang sudah dipaparkan di atas bahawa mereka menjunjung tinggi rasa persaudaraan antar sesama.
            Perjalana ke Mantang banyak memberikan pelajaran untuk kami sebaga generasi penerus bangsa bahwa memang sudah seharusnya kita menjunjung tinggi adat dan budaya dimana tempat kita berpijak, menanamkan rasa persaudaran antar sesama dan juga harus melestarikan kesenian dan hal lain yang kita punya agar tetap terjaga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

just do what you want to do !