BAB I
PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang
Perjalanan
ke Mantang ini untuk meneliti tradisi-tradisi yang dilakukan oleh masyarakat
Mantang yang mana mereka masih sangat menjunjung tinggi adat dan budaya yang
telah turun temurun diwariskan oleh nenek moyang mereka.
Mantang merupakan pulau kecil yang
terdiri dari 4 bagian, yaitu Mantang Lama, Mantang Riau, Mantang Besar, dan
Mantang Baru. Sebagian besar penduduk Mantang bermata pencaharian sebagai
nelayan, karena ditinjau dari wilayahnya yang berupa lautan.
Mantang merupakan tempat lahirnya
kesenian Mak Yong. Mak Yong merupakan jenis permainan sandiwara yang diiringi
musik dan dimainkan sekitar dua puluh orang. Kesenian ini tidak banyak dikenal
oleh masyarakat perkotaan, akan tetapi Pulau Mantang tetap melestarikannya dan
bahkan pernah mementaskan Mak Yong ini sampai ke luar negeri.
II.
Tujuan
a)
Untuk mengetahui dan memahami kehidupan masyarakat Mantang.
c)
Mengenal kesenian Mak Yong yang ada di Mantang.
BAB II
PEMBAHASAN
Mantang merupakan sebuah pulau kecil yang terdapat diseberang Kijang. Untuk
pergi ke sana kita harus menggunakan kendaraan laut seperti pompong terlebih
dahulu. Mantang tebagi atas empat bagian, yaitu Mantang Riau, Mantang Lama, Mantang
Besar, dan Mantang Baru.Dahulu untuk nama Mantang Lama sendiri adalah Kayu Arang,
tetapi karena ada pergantian camat yang baru maka terjadilah perubahan nama
tersebut. Sedangkan untuk nama Mantang Baru dahulunya adalah Kampung Baru, dan
untuk Mantang besar nama awalnya adalah Kampung Mantang serta untuk Mantang
Riau dahulunya disebut Kampung Riau. Sedangkan untuk kelurahannya sendiri
terbagi atas 3, yaitu Kelurahan Mantang lama dan Mantang Riau satu kelurahan,
lalu Kelurahan Mantang Besar, dan Kelurahan Mantang Baru. Kesemua Mantang ini
berdiri pada satu tanah.
Mayoritas masyarakat Mantang bermata pencaharian nelayan, karena sebagian
wilayah Mantang berupa lautan. Kegiatan nelayan pun bervariasi ada yang
memasang jaring, memasang bubu, menangkap kepiting, dan lain sebagainya. Hasil
tangkapan para nelayan ini nantinya akan dijual dengan toke-toke Cina yang ada
di Kijang ataupun di pelantar dua yang kemudian akan didistribusikan ke daerah
Kepulauan Riau serta ke luar negeri.
Persaudaraan masyarakat Mantang sangat erat sekali, hal ini dapat dilihat
dari setiap mengadakan kegiatan seperti perkawinan, pengajian, dan memperingati
hari-hari besar nasional maupun islam, mereka selalu bergotong-royong untuk
mengadakan kegiatan tersebut. Sebagai contoh jika suatu keluarga yang ingin
mengadakan acara perkawinan, maka warga setempat akan ikut membantu pelaksanaan
acara tersebut, baik itu membantu dalam hal hidangan masakan ataupun pada
proses pemasangan alat-alat yang diperlukan untuk acara tersebut.
Seperti yang dikatakan oleh seorang warga Mantang yang bernama Pak Mukhtar
bahwa masyarakat Mantang masih menjunjung tinggi rasa persaudaraan antar
sesamanya, sehingga segala sesuatu yang ada pada kehidupan masyarakat Mantang
dapat berjalan dengan lancar dan harmonis tentunya. Mereka juga sangat
menjunjung tinggi adat dan budaya setempat yang telah diturunkan oleh nenek
moyang mereka, walaupun adat dan budaya tersebut sudah sedikit mengalami
perubahan dari waktu ke waktu.
Mantang sangat terkenal dengan kesenian Mak Yong, yang konon katanya
merupakan kesenian asli dari Mantang yang didirikan oleh Alm. Pak Khalik, dan
sekarang diketuai oleh Pak Ali. Mak Yong merupakan permainan sandiwarayang
dimainkan pada hari-hari besar yang mana pada Mak Yong ini menggunakan bahasa
tradisi atau bisa dikatakan memakai bahasa melayu lama yang sulit sekali untuk
dipahami bagi orang awam. Mak Yong tidak hanya menampilkan sandiwara peran
saja, Mak Yong juga menyuguhkan tarian dan musik pengiring yang disejalankan
dengan sandiwara tersebut.Untuk pemain Mak Yong secara keseluruhan membutuhkan
sekiranya dua puluh orang pemain. Tidak sembarang orang bisa memainkan kesenian
Mak Yong ini, terutama pada penggunaan bahasa melayu lama, harus dipelajari
terlebih dahulu dan itu membutuhkan waktu yang cukup lama sekitar empat bulan
atau lebih. Pementasan Mak Yong ini sendiri biasanya menampilkan cerita-cerita
kebangsawanan seperti Wak Prambon, Raja Busung Sakti, Mentimun Muda dan lain
sebagainya.Adapun nama sanggar tempat Mak Yong ini bernama “Putri Bungsu
Sakti”. Kesenian Mak Yong ini sudah pernah tampil ke luar negeri seperti Malaysia
dan Singapura.
Ada satu tradisi yang dilakukan sebelum mementaskan Mak Yong ini, yaitu
membuka tanah. Artinya adalah meminta izin terlebih dahulu pada penjaga tempat
dimana akan dilaksanakannya Mak Yong tersebut dengan menyirahkan kemenyan dan pembacaan
ayat-ayat Al-Qur’an oleh utusan dari acara tersebut. Hal ini bertujuan untuk
dipermudahkannya dalam pementasan Mak Yong tersebut.
Selain tradisi yang terdapat pada pementasan Mak Yong, ada pula proses
dalam penyambutan tamu terutama jika pejabat-pejabat yang datang. Masyarakat
Mantang akan menyambutnya dengan tradisi seperti permainan Gazal atau kompang,
yang mana terdiri dari ibu-ibu PKK dan karang taruna yang ada disana.
Tidak hanya tradisi dalam proses penyambutan tamu saja, tetapi ada juga tradisi
lain seperti tata cara penyajian hidangan makanan dalam suatu acara. Cara
menyajikan makanan pada tamu harus sesuai dengan aturan dan aturan tersebut
tidak pernah dilanggar sampai sekarang. Untuk menjamu tamu harus meletakkan
maksimal lima piring makanan dalam satu nampan, dan dalam pengambilan makanan
tersebut harus berurutan tidak boleh berebutan. Tata letak tempat duduk untuk
para tamu pun harus diatur, tidak boleh sembarangan. Yang mana orang yang
memiliki kedudukan yang tinggi harus diutamakan terlebih dahulu kemudian
masyarakat lainnya. Orang tua dahulu dalam menyajikan makanan menggunakan keris
pada pakaiannnya, tetapi sekarang tidak lagi. Jika dalam penyajian makanan tersebut
tidak menggunakan tata cara yang sudah ditentukan akan ditegur bahkan dulunya
sampai ditendang. Setelah makanan sudah tersaji, seorang penghulu balai membuka
terlebih dahulu tudung saji yang telah tersedia kemudian barulah disantap
bersama-sama.
Sekarang ini sudah banyak perubahan yang terjadi di Mantang, satu diantara
perubahan itu adalah model rumah masyarakat di sana. Dahulu, rumah itu di
bangun dengan menggunakan daun kelapa dan papan yang biasa kita sebut dengan
rumah panggung, akan tetapi sekarang ini dengan adanya bantuan dari pemerintah
setempat maka rumah-rumah masyarakat Mantang berubah menjadi lebih baik dengan
menggunakan bahan bangunan yang lebih kuat lagi.
Masyarakat Mantang dulunya juga masih memegang kepercayaan akan mitos
seperti tidak boleh keluar pada waktu maghrib ataupun anak gadis tidak boleh
makan di depan pintu. Hal ini masih dipercaya juga untuk beberapa masyarakat di
sana. Seperti yang sampaikan oleh Pak Hatta, salah satu penduduk Mantang bahwa
dulunya untuk melihat anak gadis saja sulit sekali apalagi membawa anak gadis
itu keluar karena adat yang sudah ditentukan. Mereka masih memiliki kesopanan
dan rasa malu dalam diri mereka serta masih memegang teguh agama Islam yang
dianutnya. Tetapi karena perubahan zaman inilah, nilai-nilai moral sedikit
bergeser dan itu juga terjadi di Mantang.
BAB III
PENUTUP
Walaupun
Mantang merupakan pulau kecil yang mungkin kurang terjamah oleh masyarakat
perkotaan, akan tetapi masyarakat di sini sangat menerima dan terbuka dengan
siapa saja yang datang ke pulau ini, karena seperti yang sudah dipaparkan di
atas bahawa mereka menjunjung tinggi rasa persaudaraan antar sesama.
Perjalana
ke Mantang banyak memberikan pelajaran untuk kami sebaga generasi penerus
bangsa bahwa memang sudah seharusnya kita menjunjung tinggi adat dan budaya
dimana tempat kita berpijak, menanamkan rasa persaudaran antar sesama dan juga
harus melestarikan kesenian dan hal lain yang kita punya agar tetap terjaga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
just do what you want to do !